Perjuanganku Meraih Posisi S3 di Jerman
Hari ini, suhu di Kota Stutensee, Jerman, kota tempat tinggalku, relatif lebih hangat dari suhu winter pada umumnya. Alhamdulillah Allah masih memberikan saya kesehatan, dan bisa menulis blog ini kembali. Mudah-mudahan cerita ini bisa memberikan hikmah dan banyak pelajaran. Cerita ini akan saya awali dengan flashback sekitar setahun yang lalu, yaitu beberapa bulan sebelum saya lulus S2 di Jepang.
September 2020
Saat itu, seperti mahasiswa S2, menjelang kelulusan, saya mulai
merencanakan hal apa yang akan saya lakukan setelah lulus S2. Saya mulai mencari
info mengenai berbagai kesempatan beasiswa S3. Setelah konsultasi dengan salah
satu teman, saya baru mengetahui bahwa salah satu kesempatan S3 di negara-negara
di Eropa adalah seperti finding jobs, dimana setelah diterima nanti, mahasiswa
S3 akan digaji oleh universitas atau research institute selayaknya
sebagai seorang employee. Sebelumnya, yang ada dibayangan saya adalah kita
bisa lanjut S3 hanya dengan beasiswa, ternyata itu tidak benar.
Lalu, saya mulai mencari-cari posisi S3 yang sedang dibuka.
Saya gooling hampir setiap hari, dengan harapan, saya bisa mendapatkan
posisi S3 sebelum saya lulus S2. Saat itu, saya ingin apply beasiswa S3
Jepang, tetapi sayangnya saya belum lulus S2, sehingga belum bisa melamar
beasiswa apapun. Juga, kesempatan S3 di universitas tempat saya S2 sangat limited
dan umumnya tidak fully funded. Jadi, prinsip saya, lakukan saja apa
yang bisa saya kukan pada saat itu.
Singkat cerita, saya menemukan 1 kesempatan S3 di salah satu
research institute di Jerman. Itu adalah research institute yang paling
bereputasi dan banyak menghasilkan para Nobel Prize Winner. Ya, itu
adalah salah satu institut riset impian saya!!
October 2020
Saya melamar kesempatan S3 di institut itu dan mempersiapkan
berkas sebaik mungkin. Qadarullah, saya dipanggil ke tahap wawancara. “Ya Allah…,
ku mimpi apa? …tinggal selangkah lagi untuk bisa menjadi bagian dari institut itu!”.
Of course, saya persiapkan interview itu sebaik mungkin. Saya
taruh harapan setinggi langit. Hari-hariku menjadi sangat bersemangat, ketika
mengingat berhasil dipanggil ke tahap interview. Sangking semangatnya, saya
juga sempat survei akomodasi/apartment di kota tersebut.
Tetapi, ternyata, Allah berkata lain. Saya gagal di tahap
interview, yang saya rasa kegagalannya karena belum ada match antara
saya dan Professor nya. Ibarat sudah menaruh harapan yang jauh, dan tiba-tiba
harus jatuh, saya sangat kecewa sekali pada diri saya. Juga saya terus
bertanya-tanya, “mengapa Allah ingin saya gagal pada saat itu?”. Apakah kalau saya
lulus, itu tidak bagus bagi saya?
Hari-hari seperti biasa, saya pergi ke Lab. Sensei (Prof.
pembimbing S2) juga terus memotivasi saya, untuk terus mencoba kesempatan lain.
Tetapi, saat itu, saya memutuskan fokus ke penelitian S2 saya dulu. Sambil jika
ada waktu luang saja, mencoba kesempatan beasiswa S3 lain.
Desember 2020
Saya kembali googling kesempatan S3 setelah semuanya “sembuh”.
Dan ada 1 kesempatan S3 di Inggris. “Ini penelitiannya sangat match sekali
dengan penelitian saya”, batin saya. Lalu, saya coba apply kesempatan
itu, tetapi belum berhasil, karena sertifikat TOEFL saya belum mencapai minimum
requirement nya. Di sini, saya tidak terlalu menaruh banyak harapan.
Hanya percaya saja, apapun keputusanNya adalah yang paling terbaik.
Maret 2021
Saya sudah dinyatakan lulus S2, dan sedang persiapan pulang
ke Indonesia. Saat itu, ada kesempatan S3 dengan funding Marie Curie di
Swedia dan bidangnya cocok dengan saya. Lalu, saya apply kesempatan itu
tetapi tidak berharap banyak. Juga pada saat yang sama, saya apply beasiswa
S3 pemerintah Jepang.
April 2021
Seminggu sebelum pulang ke Indonesia, saya mendapatkan email
dan saya diminta untuk mengikuti interview untuk kesempatan S3 di Swedia. Allahu
akbar!, saya tidak pernah menyangka, mereka akan panggil saya ke interview. Dan
akhirnya, saya mengikuti interview tersebut saat sedang karantina di Indonesia.
Dari kesan interview, saya masih merasa hasilnya fifty fifty lulus atau
tidak. Saya hanya berpasrah saja, dan selalu minta doa kedua orang tua saya.
Mei 2021
Saya pulang ke Indonesia, alhamdulillah bisa bertemu kedua
orang tua saya setelah 2,5 tahun. Ya, kami tidak bertemu selama 2,5 tahun.
Sebelumnya, ada rencana untuk liburan ke Indonesia, tetapi saat itu sedang Covid
pandemic. Saya benar-benar merindukan mereka.
Sudah sewajarnya jika saya pulang ke Indonesia, dan beberapa
orangpun bertanya, “kamu sudah kerja di mana?” “apa kegiatannya setelah pulang
ke Indonesia?”. Ya, saya hanya menjawab saya masih mencari kerja atau beasiswa
S3. Beberapa orang juga berkata, “Lulusan Jepang kok masih ngangur?” “Memang
susah ya dapat kerja?” Jujur saya sangat sedih ketika itu.
Seketika, mama saya memberikan pengertian kepada saya. “Tenang
nduk, mama yakin, kamu pasti nanti dapat kerja, atau bisa dapat posisi S3 yang
paling bagus. Mama doain kamu terus. Siapa ngerti kamu bisa lulus S3 Marie
Curie yang kamu ceritakan itu. Mama yakin kok!”
Juni 2021
Saya mencoba berbagai kesempatan beasiswa S3 lainnya, juga mempersiapkan
untuk ikut tes CPNS. Saat itu, harapan-harapan mulai muncul. Kira2, dari 10
kesempatan S3, 30% nya, saya dipanggil ke tahap interview. Sehari-hari juga,
saya temani mama untuk menjalani pengobatannya. Alhamdulillah, selain bisa
berjuang mencari kerja dan beasiswa S3, saya juga bisa menemani orang tua saya
sehari-hari.
Juli 2021
Saya dinyatakan gagal untuk semua interview, termasuk
kesempatan S3 yang di Swedia. Ya, saya sudah menduga itu, karena sudah 3 bulan
berlalu tidak ada kabar. Saya hanya pasrah saja, saya tahu bahwa Allah punya
rencana yang paling terbaik. Saya sudah merasa hopeless untuk mencari
kesempatan S3 lainnya, dan berencana untuk mendaftar CPNS saja. Sambil menunggu
hasil beasiswa S3 pemerintah Jepang juga.
Beberapa lama, saya mendapatkan email dari Prof yang di Swedia,
yang saya pernah melamar kesempatan S3 project nya beliau, tetapi belum
lulus. Lalu, beliau menawarkan saya untuk apply kesempatan S3 project
koleganya, di salah satu universitas terbaik di Jerman, dengan salah satu funding
yang paling bergengsi di Eropa, Marie Curie. Bahkan, dalam email tersebut,
beliau juga men-cc email Prof yang di Jerman itu.
Lalu, saya apply kesempatan itu dan saya submit semua
dokumen yang diminta. Dalam hitungan 2 hari, saya langsung dipanggil untuk
interview. Dan 4 hari kemudian, saya dinyatakan lulus wawancara.
Ya Allah, mimpi apa saya semalam? Bukankah saya baru saja
dinyatakan gagal belasan kesempatan S3 yang sudah saya nantikan pengumumannya
sejak lama? Dan ini? Hanya dalam hitungan seminggu saya langsung dinyatakan
lulus!!! Allahu akbar. Saya lulus posisi S3 dengan salah satu funding
terbaik di Eropa, Marie Curie! Bahkan, posisi ini jauh lebih baik dari posisi
S3 yang ditawari oleh institute X ketika itu. Saya hanya speechless.
Memang benar, bahwa Allah akan memberikan rezeki dari
pintu yang tidak pernah disangka-sangka. Allah memberikan sesuatu yang jauh
lebih baik dari apa yang kita harapkan sesungguhnya. Dia sudah mengatur semua skenarionya.
Ketika kita gagal dalam suatu hal, bukan berarti semua
harapan itu hilang. Yang terpenting adalah kita harus terus berusaha, berdoa,
dan terus belajar dari kegagalan itu.
Saya yakin, bahwa apa yang saya peroleh saat ini, bukan
murni dari usaha keras saya. Tetapi, saya sangatlah yakin, bahwa doa kedua
orang tua sayalah yang bisa mengantarkan saya hingga bisa kuliah S3 ke Jerman
ini.
Dua hari setelahnya, saya dinyatakan lulus ke tahap
interview untuk beasiswa S3 dari pemerintah Jepang, tetapi saya harus
mengundurkan diri, karena saya sudah memutuskan untuk pergi ke Jerman.
Juga, saya tidak jadi mendaftar tes CPNS.
Mudah-mudahan Allah meridhoi studi saya di Jerman ini.
Mudah-mudahan, saya bisa melakukan yang terbaik dalam studi, dan bisa mengharumkan nama
Indonesia di Jerman ini. Aamiin.
Sekian.
Stutensee, Jerman, 2 Januari 2022.
Komentar
Posting Komentar